24 November 2009

Bangkit Dari Keterpurukan

Jumat sore sepulang kerja Pak Agus tukang urut langgananku datang untuk "memperbaiki" pergelangan tangan kananku yang terkilir. Setengah jam lamanya aku harus berkeringat dingin dan meringis kesakitan saat tangan-tangan kuat Pak Agus mengurai urat-urat yang katanya terselip. Memang mau tidak mau harus aku jalani sesi pemijatan ini karena pada hari minggunya aku berencana ikut dalam Farewell Golf Tournament yang diadakan oleh Medco. Sepuluh nama dari PDGC (Pendopo Golf Club) sudah dicatat untuk ikut turnamen termasuk namaku sendiri di urutan teratas.
Sehabis diurut pergelangan tangan kananku tidak kunjung membaik, justru malah semakin sakit. Akhirnya kucoba saran dari Pak Agus untuk merendam tanganku dalam air garam yang cukup panas. Begitu kucelupkan tanganku terasa sakit dan perih persis pada bagian-bagian yang katanya terkilir. Kupaksa untuk bertahan selama setengah jam sampai tanganku keriput karena terlalu lama direndam. Tapi beberapa menit setelah selesai direndam, tanganku menjadi hangat dan mulai terasa jauh lebih baik. Semula aku tidak begitu percaya kalau dengan merendam tangan dalam air garam hangat bisa membuat rasa sakit akibat terkilir bisa membaik secepat itu, tetapi setelah tahu aku mengulanginya 3 kali lagi. Memang belum bisa menyembuhkan sepenuhnya tetapi pada hari sabtu sorenya aku bisa melakukan latihan chipping di halaman rumah kira-kira sebanyak 200 kali pukulan.
"Tiger Woods memenangi The Masters dengan menahan rasa sakit di kakinya, aku memenangi turnamen dengan menahan rasa sakit di tanganku". Ungkapan ini seolah terpatri dalam bawah sadarku sebelum maju turnamen. Memang terkesan sombong, tapi aku butuh ungkapan seperti ini untuk menambah motivasi dan menumbuhkan mental juara dalam diriku. Para sang juara dan atlet-atlet besar lainnya aku pikir juga "meng-cultivate" sikap mental yang sama dalam menghadapi sebuah pertandingan. Para trainer NLP juga mengajarkan hal yang sama pada ribuan orang yang dilatihnya.
Hari yang dinantipun tiba. Hujan yang cukup intens sejak semalam tidak menghalangi para golfer untuk memulai turnamen, karena meski gerimis masih cukup deras minggu pagi itu toh pertandingan tetap dimulai tepat waktu.
Pertama kali memukul drive di hole 1, bolaku langsung slice dan melenceng sedikit ke kanan sehingga keluar dari fairway sehingga terpaksa aku mengambil penalti. Saat itu aku masih merasakan nyeri yang cukup kuat di pergelangan tangan kananku, sehingga kontrol bola menjadi buruk. Hole 1 finish dengan double bogey. Di 4 hole berikutnya praktis tangan kananku hampir tidak berfungsi dan hanya untuk mengimbangi ayunan tangan kiri saja. Double Bogey lagi di hole 2, bogey di hole 3 dan 4, celakanya di hole 5 par 3 aku mencetak triple (double par). Sungguh sulit dipercaya karena biasanya aku dengan mudah bisa meraih par pada saat latihan hari-hari sebelumnya.
Mentalku mulai jatuh dan aku selalu menyalahkan tangan kananku yang sakit. Dalam benakku aku memikirkan bermacam-macam alasan dan terbersit keinginan untuk menyerah saja. Kalau nanti usai pertandingan ditanya kenapa main jelek aku bisa menimpakan kesalahan pada tangan kananku yang sakit. Aku akan menjawab, kalau saja kondisi tanganku tidak sakit aku pasti bisa main bagus bahkan meraih juara. Alasan demi alasan lainnya bermunculan dalam otakku.
Saat aku berjalan di fairway hole 6, aku tersadar akan kondisi mentalku yang buruk. Ini tidak boleh terjadi!!! Aku tidak boleh menyalahkan tanganku yang sakit dan mencari-cari alasan. Aku harus bermain maksimal dan tetap fokus, kalaupun aku kalah itu karena aku memang main jelek, tidak ada hubungannya dengan tangan yang sakit. Kalau kalah ya kalah saja, titik!!!
Dari sebersit kesadaran itulah aku mulai bangkit. Aku tegakkan tubuhku, aku mantapkan langkah kakiku, aku atur pernafasanku dan aku fokuskan pikiranku. Aku tahu dari buku-buku yang pernah kubaca kalau kondisi mental dan pikiran bisa distimulasi dari bagaimana cara kita bersikap, postur dan bahasa tubuh serta pernapasan. Maka aku atur ulang semua sikap-sikap itu. Berangsur-angsur pikiranku menjadi tenang, batinku menjadi hening dan waktu melambat dengan sendirinya. Second shot aku eksekusi dengan begitu solid dan bola langsung mendarat di green 3 meter dari lubang. Aku mencetak Par di hole 6 dan 7. Di dua hole berikutnya aku bermain sangat fokus dan menutupnya dengan gemilang, 2 birdie di hole 8 dan 9 sehingga total aku mencetak skor gross 42, masih 1 over dari standar handicapku. ada 9 hole kedua aku berhasil mencetak 1 birdie lagi di hole 14 dan aku bisa mencetak skor gross 39, sehingga total aku mencetak skor gross 81 dan nett 69, 2 under.
Saat menunggu pun tiba, petugas mulai menuliskan skor para golfer di papan scoreboard. Ternyata hampir semua pemain bermain jelek dan hanya segelintir saja yang bisa bermain under. Tanpa halangan aku bisa menjadi BNO (Best Nett Overall) dan hanya terpaut 3 stroke dari peraih BGO (Best Gross Overall).
Dari Turnamen ini aku dapat mengambil pelajaran berharga. Kemenangan berawal dari mental juara dan sikap positif. Mental juara ini bisa ditumbuhkan dari pikiran, kalau pikiran tidak bisa dijinakkan kita masih bisa melakukan postur dan sikap tubuh layaknya seorang juara dan nantinya pikiran dan mental akan tumbuh, mengikuti dengan sendirinya. Kalau tidak juga berhasil, kita masih bisa mengatur nafas kita. Pernafasan kita saat marah, sedih, gembira atau dalam kondisi-kondisi tertentu pasti berbeda-beda. Kita dapat mempengaruhi dan "meng-cultivate" sikap mental dan pikiran dengan mengatur nafas kita. Walaupun seandainya aku kalah saat itu aku tetap merasa sebagai juara, juara atas diriku sendiri, juara karena mampu mengalahkan sikap lemah, mental tempe dan sikap selalu ingin berdalih.